Kamis, 14 Mei 2009

KEMUHAMMADIYAHAN


1. Dasar / Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah
Melaksanakan Firman Allah yang tercantum dalam Al Qur’an Surat Ali Imron ayat 104 :

104. Artinya : Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung.

[217] Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.

Perbuatan ummat Islam banyak mengarah kepada tahayyul, bid’ah dan khurafat (TBC) yang bertentangan dengan Al Qur’an dan Al Hadits
Belum berhasilnya pendidikan yang menjamin kebahagiaan dunia dan akhirat
Kegiatan kristenisasi semakin kuat

2. Arti Muhammadiyah
a. Arti menurut bahasa : Muhammadiyah berasal dari kata Muhammad, yang dimaksud adalah Nabi Muhammad dan mendapatkan tambahan “ya” nisbiah yang berarti pengikut, jadi arti Muhammadiyah adalah pengikut Nabi Muhammad SAW.
b. Arti menurut Istilah : Gerakan Da’wah Islam Amar Ma’ruf Nahi Munkar yang berlandaskan kepada Al Qur’an dan As-Sunnah yang bertujuan Mewujudkan Masyarakat Islam yang Sebenar-benarnya di Ridhoi oleh Allah SWT.

3. Pendiri Muhammadiyah
Pendiri Muhammadiyah adalah KH Ahmad Dahlan. Didirikan pada tanggal 18 Nopember 1912 M. bertepatan dengan tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H di Jogjakarta.

4. Tujuan Organisasi Muhammadiyah
Menegakkan dan menjunjung tinggi perintah agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama yang adil, makmur dan diridloi oleh Allah SWT.
Setelah Muktamar Muhammadiyah ke 45, tujuan organisasi kembali kesemula yaitu Terwujudnya Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

5. Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam
a. Muhammadiyah sebagai pengikut Nabi Muhammad SAW
Landasan yang digunakan Muhammadiyah untuk mencontoh Rasulullah adalah firman Allah :

21. Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik.
b. Contoh Ciri Muhammadiyah sebagai gerakan Islam
Memberikan masukan kepada Pemerintah, melakukan pengembangan Islam dalam masyarakat seperti memberikan pendidikan Islam, melakukan kegiatan keIslaman, membantu fakir miskin dll.

6. Maksud dan Tujuan Muhammadiyah
Sesuai dengan Anggaran Dasar Muhammadiyah BAB III pasal 6, maksud dan tujuan didirikannya Muhammadiyah adalah Menegakkan dan Menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnnya.
- Menegakkan dan Menjunjung tinggi Agama Islam :
a. Melaksanakan seluruh ajaran Islam secara murni yang sesuai dengan sumber aslinya yaitu Al Qur’an dan As-Sunnah
b. Melaksanakan Islam dalam kehidupan sehari-hari seperti sholat dengan baik, puasa, zakat dan sebagainya dengan benar.
- Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya
Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya adalah masyarakat Islam seperti zaman Rosul. Masyarakat Islam yang dalam kehidupannya melaksanakan Islam dengan benar dan diridhoi Allah Swt, sehingga akan tercipta Baldatun Toyyibatun Wa Robbun Ghofur.

7. Da’wah yang dilakukan oleh Muhammadiyah adalah :
Da’wah Bil Lisan adalah da’wah yang dilakukan dengan perkataan dan ucapan, contoh pengajian, khutbah, kultum dsb.
Da’wah Tulisan adalah da’wah yang dilakukan dengan tulisan, contoh menerbitkan majalah Suara Muhammadiyah (diterbitkan PPM), MATAN (diterbitkan PWM), Buku Pedoman Islami Warga Muhammadiyah (diterbitkan PPM) dsb.
Da’wah Bil Hal yaitu da’wah yang dilakukan melalui perbuatan nyata, contoh kerja bakti, menyapu halaman, sholat tepat waktu dsb.

8. Muhammadiyah sebagai Gerakan Pemurnian Islam
yang disebut memurnikan Islam adalah kembali melaksanakan dan mengamalkan Islam sesuai dengan dasarAl Qur’an dan Sunnah Rasulullah.
Keadaan Umat Islam dulu yang diperbaharui oleh Muhammadiyah dikenal dengan istilah TBC, yaitu : Tahayyul, Bid’ah dan Churafat.

NO
TBC
KETERANGAN
1
Tahayyul
Meyakini adanya tuah dari benda-benda tertentu, seperti burung gagak berarti akan ada kematian, menabrak kucing pasti nanti akan terjadi musibah dsb.
2
Bid’ah
Melakukan ibadah yang tidak ada tuntunannya, seperti selamatan pada 1, 3, 7 atau 40 bahkan 100 hari kematian seseorang dsb.
3
Churafat
Melarung makanan ke sungai untuk mendapat keselamatan, misal nyadran dsb

Ket.
- Animisme adalah kepercayaan pada adanya Ruh, seperti percaya dengan adanya kekuatan Nyi Roro Kidul dsb.
- Dinamisme adalah kepercayaan akan adanya kekuatan-kekuatan Ruh atau benda, seperti percaya pada kekuatan pohon besar, keris, batu akik dsb

9. Muhammadiyah dalam Pembaharuan Pendidikan
- Majelis Dikdasmen (Pendidikan Dasar dan Menengah) bertugas menangani SD, SMP dan SMA Muhammadiyah.
- Majelis Dikti (Pendidikan Tinggi) bertugas menangani Perguruan Tinggi (PT) dan Universitas Muhammadiyah.
Maksud agar lulusan sekolah-sekolah Muhammadiyah adalah agar menjadi anak pandai juga menjadi anak yang beriman dan bertaqwa sesuai dengan ajaran Islam dan Islam yang diajarkan sesuai dengan ajaran Al Qur’an dan Sunnah Rosulullah SAW.

Jadi yang melakukan pembaharuan di Indonesia adalah KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah).

10. Usaha Muhammadiyah dalam Prinsip Tolong Menolong
Dasarnya adalah QS Al Maidah ayat 2
¢(#qçRur$yès?ur ’n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3“uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? ’n?tã ÉOøOM}$# Èbºurô‰ãèø9$#ur 4 ÇËÈ
2. dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.

Majelis yang menangani adalah MKKM (Majelis Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat)
Bidang yang ditangani oleh Majelis ini adalah anak-anak terlantar, anak-anak yatim, lanjut usia (lansia) dan juga mendirikan beberapa tempat pengobatan diantaranya Rumah Sakit, Balai Pengobatan (BP), Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA), maupun berupa klinik-klinik kesehatan.

11. Struktur Organisasi Muhammadiyah secara Vertikal
- PPM (Pimpinan Pusat Muhammadiyah) setingkat dengan Negara/Nasional.
Ketua Prof DR H Dien Syamsuddin, MA (melalui MUKTAMAR)
- PWM (Pimpinan Wilayah Muhammadiyah) setingkat dengan Propinsi
Ketua Prof DR H Syafiq A Mughni, MA (Jatim) (melalui MUSYWIL = Musyawarah Wilayah)
- PDM (Pimpinan Daerah Muhammadiyah) setingkat dengan Kabupaten/Kota Madya.
Ketua Drs. H Abubakar Ahmad (Sidoarjo) (melalui MUSYDA = Musywarah Daerah)
- PCM (Pimpinan Cabang Muhammadiyah) setingkat dengan Kecamatan
(melalui MUSYCAB = Musyawarah Cabang)
- PRM (Pimpinan Ranting Muhammadiyah) setingkat dengan Desa/Kelurahan.
(melalui MUSYRAN = Musyawarah Ranting)

Struktur Organisasi Muhammadiyah secara Horisontal
- Majelis Tabligh dan Da’wah khusus (MTDK). Tabligh = Menyampaikan
Bentuk kegiatan : pengajian, ceramah, khutbah, berdiskusi, sarasehan, siaran-siaran melalui selebaran, bacaan-bacaan, majalah dsb.
- Majelis Tarjih dan Tajdid. Tarjih = menyaring atau menyeleksi.
Bentuk kegiatan : menyeleksi atau menyaring kembali hukum Islam yang sudah berjalan.
- Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen).
Tujuan Pendidikan Muhammadiyah adalah Mewujudkan manusia muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya diri sendiri serta berguna bagi Masyarakat dan Negara.
Bentuk kegiatan : Mendirikan lembaga pendidikan (SD, SMP dan SMA Muhammadiyah).
Yang bertanggung jawab terhadap lembaga pendidikan dari SD, SMP dan SMA Muhammadiyah adalah Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM)
- Majelis Pendidikan Tinggi.
Bentuk kegiatan : Mendirikan Perguruan Tinggi atau Universitas Muhammadiyah.
Yang bertanggungjawab adalah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM).
- Majelis Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat.
Bentuk kegiatan : mendirikan panti asuhan, Balai Pengobatan (BP), BKIA, Rumah Sakit, Panti Jompo, Poliklinik dsb yang bersifat sosial.
- Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan.
Bentuk kegiatan : Mengadakan pembinaan sebagai pengusaha (entrepreneur), mengelola koperasi Muhammadiyah dsb.
- Majelis Wakaf dan Zis (Zakat, Infaq dan Shodaqoh).
Bentuk kegiatan : Mengurus harta waqaf, zakat, infaq, shodaqoh serta mendorong warga Muhammadiyah dan umat Islam agar senang memberi waqaf dan juga berzakat ataupun Shodaqoh dan berinfaq
- Majelis Pendidikan Kader (MPK). Kader = generasi penerus dimasa depan dan siap untuk menggantikan pemimpin-pemimpin yang telah lalu.
Bentuk kegiatan : Melaksanakan program pengkaderan secara formal untuk pimpinan Muhammadiyah dan anggotanya.
- Majelis Pemberdayaan Masyarakat dan Lingkungan Hidup.
Bentuk kegiatan : mengadakan pembinaan dan pengembangan program-program pemberdayaan masyarakat buruh, tani, nelayan dan anak terlantar.
- Lembaga Seni dan Budaya.
Bentuk kegiatan : menggerakkan kegiatan kesenian di daerah-daerah dengan memanfaatkan kemampuan budaya daerah tersebut sebagai sarana da’wah budaya yang Islami.
- Lembaga Pustaka dan Dokumentasi.
Bentuk kegiatan : penerbitan buku, karya tulis, media massa Muhammadiyah, penyiaran dan perpustakaan.
- Lembaga Penelitian dan Pengambangan (Litbang).
Bentuk kegiatan : Melakukan penelitian terhadap persoalan-persoalan yang berkembang dalam masyarakat, kemudian persoalan itu menjadi masukan bagi Muhammadiyah.

Pengertian :
Majelis adalah unsur pembantu pimpinan yang menjalankan tugas pokok Muhammadiyah.
Lembaga adalah unsur pembantu pimpinan yang menjalankan tugas pendukung Muhammadiyah.

Rabu, 13 Mei 2009

IDENTITAS MUHAMMADIYAH
SEBAGAI PERGERAKAN DA’WAH UNTUK PENCERAHAN BANGSA


I. SEJARAH IDENTITAS MUHAMMADIYAH
Muhammadiyah yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan sejak tahun 1912 M kalau dihitung sampai saat ini sudah menjelang satu abad yang sudah barang tentu sudah mempunyai jati diri atau sering dikenal dengan identitas di dalam menggerakkan organisasinya untuk mencapai visi misi yang sudah dirumuskan. Kerja keras KH. Ahmad Dahlan mendapat pengakuan pemerintah RI sebagaimana tertera dalam Surat Keputusan Presiden No. 657 Tahun 1961 menetapkan KH. Ahmad Dahlan sebagai Pahlawan Nasional, Dasar dan penetapan ini adalah :
1. Dengan Organisasi Muhammadiyah yang didirikannya telah memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan dan beramal bagi masyarakat dan umat dengan dasar iman dan islam.
2. Dengan Organisasi Muhammadiyah telah memelopori amal-amal sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangunan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.
3. Dengan Organisasi Muhammadiyah bagian wanita telah memelopori kebangunan wanita bangsa Indonesia untuk mengecap pendidikan dan sosial.
Dari dasar dan penetapan seperti tersebut diatas itu sudah menunjukkan suatu jati diri atau identitas awal berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah sebagai tujuan atau visi misi Muhammadiyah dalam melakukan pergerakan da’wah. Terus kemudian selesainya Muktamar Muhammadiyah ke 44 di Jakarta yang antara lain telah menghasilkan keputusan penting berupa Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah yang dijadikan identitas bagi warga Muhammadiyah sebagai identitas kehidupan. Karena Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah dapat dijadikan acuan atau pedoman bagi perilaku dan tindakan bagi warga Muhammadiyah dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan nilai-nilai dan norma Islami jika nilai-nilai dan norma-norma Islami itu telah difahani dan dihayati secara mendalam maka dengan sendirinya akan berpengaruh pada pengamalan sehari-hari pada berbagai aspek dan level kehidupan bagi warga Muhammadiyah yang muaranya dapat menuju pada terbentuknya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya sebagaimana tujuan dari Persyarikatan Muhammadiyah yang sudah barang tentu akan dapat menjadikan Rahmatan Lilalamin rahmat bagi semesta alam, sebagai pencerahan bangsa.

II. HAKEKAT KONSEP IDENTITAS KEHIDUPAN ISLAMI WARGA MUHAMMADIYAH

A. Pemahaman

Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah adalah seperangkat nilai dan norma Islami yang bersumber pada Al Qur’an dan Sunnah untuk menjadi pola tingkah laku warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan sehari-hari sehingga tercermin kepribadian Islami menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah merupakan pedoman untuk menjalani kehidupan dalam lingkup pribadi, keluarga, bermasyarakatm berorganisasi, mengelola amal usaha, berbisnis, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan mengembangkan seni dan bucaya yang menunjukkan perilaku Uswah hasanah (Teladan yang baik).

B. Landasan dan Sumber
Landasan dan sumber Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah ialah Al Qur’an dan As Sunah Nabi yang merupakan pengembangan dan pengayaan dari pemikiran-pemikiran formal (baku) dalam Muhammadiyah seperti Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah, Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, Matan Kepribadian Muhammadiyah, Khittah Perjuangan Muhammadiyah serta hasil-hasil keputusan Majlis Tarjih.

C. Kepentingan
Warga Muhammadiyah dewasa ini makin memerlukan pedoman kehidupan yang bersifat panduan dan pengayaan dalam menjalani berbagai kegiatan sehari-hari. Tuntutan itu didasarkan atas perkembangan situasi dan kondisi yang antara lain :
1. Perubahan-perubahan sosial politik dalam kehidupan nasional di era reformasi yang menumbuhkan dinamika tinggi dalam kehidupan umat dan bangsa serta mempengaruhi kehidupan Muhammadiyah, yang memerlukan pedoman bagi warga dan pimpinan Persyarikatan bagaimana menjalani kehidupan di tengah gelombang perubahan.
2. Perubahan-perubahan alam pikiran yang cenderung pragmatis, materialistis dan hedonistis (Berorientasi pada pemenuhan kesenangan duniawi) yang menumbuhkan budaya inderawi (kebudayaan duniawi yang sekular) dalam kehidupan modern pada abad ke 20 yang di sertai dengan gaya hidup modern memasuki era baru abad ke 21.
3. Penetrasi budaya (masuknya budaya asing secara meluas) dan multikulturalisme (kebudayaan masyarakat dunia yang majemuk dan serba melintasi) yang dibawa oleh globalisasi yang akan menjadi nyata dalam kehidupan bangsa.
4. Perubahan orientasi nilai dan sikap dalam ber-Muhammadiyah karena berbagai faktor (internal dan eksternal) yang memerlukan standar nilai dan norma yang jelas dari Muhammadiyah sendiri.

D. Sifat
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah memiliki beberapa sifat/kriteria diantaranya :
Mengandung hal-hal yang pokok/prinsip dan penting dalam bentuk acuan nilai dan norma.
Bersifat pengayaan dalam arti memberi banyak khazanah untuk membentuk keluhuran dan kemuliaan ruhani dan tindakan.
Aktual, yakni memiliki keterkaitan dengan tuntunan dan kepentingan kehidupan sehari-hari.
Memberikan arah bagi tindakan individu maupun kolektif yang berdifat keteladanan.
Ideal, yakni dapat menjadi panduan umum untuk kehidupan sehari-hari yang berdifat pokok dan utama.
Rabbani, artinya mengandung ajaran-ajaran dan pesan-pesan yang bersifat akhlaqi yang membuahkan kesalehan.
Tafsir, yakni panduan yang mudah difahami dan diamalkan oleh setiap muslim khususnya warga Muhammadiyah.

E. Tujuan
Terbentuknya prilaku individu dan kolektif seluruh anggota Muhammadiyah yang menunjukkan keteladanan yang baik (uswah hasanah) menuju terwujudnya Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

F. Kehidupan Islami Warga Muhammadiyah
1. Dalam Aqidah
· Setiap warga Muhammadiyah harus memiliki prinsip hidup dan kesadaran imani berupa tauhid kepada Allah SWT yang benar, ikhlas dan penuh ketundukkan sehingga terpancar sebagai Ibad ar-Rahman yang menjalani kehidupan dengan benar-benar menjadi mukmin, muslim, muttaqin dan muhsin yang paripurna dan wajib menjadikan iman dan tauhid sebagai sumber seluruh kegiatan hidup, tidak boleh mengingkari keimanan berdasarkan tauhid itu serta tetap menjauhi untuk menolak syirik, takhayul, bid’ah dan khurafat (TBC) yang menodai iman dan tauhid kepada Allah SWT.
2. Dalam Akhlak.
· Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk meneladani perilaku Nabi dalam mempraktekkan akhlak mulia, sehingga menjadi uswah hasanah yang diteladani oleh sesama berupa sifat sidiq, amanah, tabligh dan fathonah.
· Di dalam melakukan amal dan kegiatan hidup harus senantiasa didasarkan kepada niat yang ikhlas dalam wujud amal-amal shaleh dan ihsan serta menjauhkan diri dari perilaku riya’, sombong, ishaf, fasad, fahsya’ dan kemungkaran.
· Selalu dituntut untuk menunjukkan akhlak yang mulia (akhlakul karimah) sehingga disukai/diteladani dan mejauhkan diri dari akhlak yang tercela (akhlak Mazmumah) yang menyebabkan dibenci dan dijauhi sesama.
· Setiap warga Muhammadiyah dimanapun bekerja dan menuaikan tugas maupun dalam kehidupan sehari-hari harus benar-benar menjauhkan diri dari perbuatan korupsi, kolusi sert apraktik-praktik buruk lainnya yang merugikan hak-hak publik dan membawa kehancuran dalam kehidupan didunia.
3. Dalam Ibadah.
· Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk senantiasa membersihkan jiwa/hati kearah terbentuknya pribadi yang muttaqin dengan beribadah yang tekun dan menjauhkan diri dari jiwa/nafsu yangburuk, sehingga terpancar kepribadian yangsaleh yang menghadirkan kedaimaian dan kemanfaatan bagi diri dan sesamanya.
· Dianjurkan bagi warga Muhammadiyah dalam melaksanakan ibadah mahdah dengan sebaik-baiknya dan menghidup suburkan amal nawafi (ibadah sunnah) sesuai dengan tuntunan Rasulullah serta menghiasi diri dengan iman yang kokoh, ilmu yang luas dan amal saleh yang tulus sehingga tercermin dalam kepribadian dan tingkah laku yang terpuji.
4. Dalam Muamalah Duniawiyah
· Setiap warga Muhammadiyah harus selalu menyadari dirinya sebagai abdi dan khalifah di muka bumi, sehingga memandang dan menyikapi kehidupan dunia secara aktif dan poisitif serta tidak menjauhkan diri dari pergumulan kehidupan dengan landasan iman, islam dan ihsandalam arti berakhlak karimah.
· Senantiasa berfikir secara burhani, bayani dan irfani yang mencerminkan cara berfikir yang Islami yang dapat membuahkan karya-karya pemikiran maupun amaliah yang mencerminkan keterpaduan antara orientasi habluminallah dan habluminannas serta maslahat bagi kehidupan umat manusia.
· Setiap warga Muhammadiyah harus mempunyai etos kerja Islam, seperti : Kerja keras, disiplin, tidak menyia-nyiakanwaktu, berusaha secara maksimal/optimal untuk mencapai suatu tujuan.
Dengan mempunyai sikap pribadi yang baik bagi warga Muhamadiyah dalam hal Akidah, Akhlak, ibadah dan Muamalah Duniawiyah yang telah menjadikan landasan sebagai Pedoman Hidup Islami Warga Muhammmadiyah maka bukan berarti tidak mungkin kehidupan-kehidupan yang lain juga akan tercermin kebaikan dan kemulyaan, seperti halnya :
1. Kehidupan dalam keluarga
2. Kehidupan bermasyarakat
3. Kehidupan berorganisasi
4. Kehidupan dalam mengelola amal usaha Muahammadiyah
5. Kehidupan dalam mengembangkan profesi
6. Kehidupan dalam berbangsa dan bernegara
7. Kehidupan dalam melestarikan lingkungan
8. Kehidupan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi
9. Kehidupan dalam seni dan budaya
10. dan kehidupan-kehidupan yang lain.
Apabila seluruh segi kehidupan itu sudah menunjukkan kepribadian Muhammadiyah yang berazaskan pada Al Qur’an dan As Sunnah maka secara otomatis tujuan kelembagaan secara persyarikatan juga terpenuhi, yang tidak lain adalah menunjukkan keteladanan yang baik (uswah hasanah) menuju terwujudnya Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dan menjadikan Rahmatan Lilalamin rahmat bagi semesta alam serta untuk pencerahan bangsa (Baldatun Toyyibatun Warobbun Ghofur).

III. PERAN DAN FUNGSI IDEOLOGI
Ideologi sebagai sistem paham yang menyeluruh mengenai dunia dan berusaha untuk mengubahnya melaui berbagai gerakan perjuangan sosial-politik adalah merupakan bagian yang terpisahkan dari sejarah hidup umat manusia. Dalam praktiknya, ideologi senantiasa hadir dan mempengaruhi alam pikiran umat manusia, lebih-lebih melaui gerakan-gerakan sosial-politik yang bebas sepenuhnya dari ideologi. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam baik dalam dimensi ajaran Islam sendiri maupun sejarah umat Islam yang dilaluinya, memiliki persentuhan dengan ideologi islam, kendati dalam sejumlah hal mungkin dapat menimbulkan pro dan kontra.
Sementara pandangan bahkan secara lebih tegas menyatakan, bahwa karena Muhammadiyah itu sebuah gerakan Islam yang memiliki umat dan paham kegamaan tertentu, maka tidak ada salahnya mengembangkan ideologi Muhammadiyah menurut Drs. H. Muhajir Effendi, M.AP. Sebab warga Muhammadiyah harus meyakini bahwa Muhammadiyah itu merupakan pilihan yang tepat dan benar dalam perjuangan Islam. Terlepas dari apapun bentuknya dan bagaimanapun tingkat kebenarannya, faktor ideologi akan mejadi inspirasi, motivasi dan justifikasi bagi suatu tindakan orang.
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dengan paham keagamaan, alam pikiran dan sistem organisasi yang dimilikinya dalam kehidupan aktualnya senantiasa berhadapan dengan masalah, tantangan dan misi gerakan dalam berbagai bentuk baik yang bersifat ideologis, politik, ekonomi maupun sosial-budaya yang secara niscaya harus dihadapi secara kolektif dan kelembagaan. Pembahasan tentang Muhammadiyah dalam perspektif ideologi terlebih dulu perlu dipahami mengenai konsep dan perkembangan ideologi dalam konteks umum. Hal itu maksudkan agar terdapat pemahaman yang jelas mengenai berbagai macam ideologi, sehingga tidak terjebak pada kekeliruan memposisikan ideologi dalam konteks gerakan sosial-keagamaan seperti Muhammadiyah. Terus kemudian dengan membahas peran dan fungsi serta perkembangan ideologi, kiranya dapat diketahui bahwa ideologi merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat dan bangsa-bangsa sepanjang sejarahnya, dengan dinamika pasang surut yang mewarnainya dalam kehidupan umat manusia.
Muhammadiyah bukanlah ideologi sebagimana ideologi dalam pengertian sistem paham yang radikal, aku dan bercorak gerakan politik. Muhammadiyah kendati bukan ideologi, tetapi dalam perkembangan sejarah pemikiran maupun gerakannya sedikit banyak bersentuhan pula dengan konsep-konsep dan kepentingan ideologi, seperti halnya konsep Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah yang digagas dalam Muktamar ke 37 tahun 1968 di Yogyakarta bahkan disebut dan dimaksudkan sebagai “Ideologi Muhammadiyah”.
Karenanya, komitmen dan dimensi ideologi dari gerakan Muhammadiyah sebagai kekuatan Islam yang dapat diarahkan dalam tiga orientasi, yang antara lain :
Mengandung semangat, misi dan visi ideologis sebagai salah satu pilar dari aktualisasi ajaran Islam dengan tekanan pada pengembangan “Ideologi dakwah dan tajdid sebagimana jatidiri Muhammadiyahsebagai gerakan Islam yang bercorak pembaharuan.
Sebagai salah satu elemen perekat kesadaran dan solidaritas kolektif agar Muhammadiyah menjadi sistem gerakan yang benar-benar dapat memobilisasikan seluruh potensinya menuju pencapaian tujuan pembentukan Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Sebagai perekat identitas dan kekuatan kolektif dalam berhadapan dengan kekuatan-kekuatan yang mengancam misi dan kepentingan Islam yang tidak terhindarkan dalam percaturan kehidupan.

A. Muhammadiyah Sebagai Ideologi Gerakan Islam
Bagi Umat Islam, khususnya Muhammadiyah, ideology hanyalah salah satu aspek kehidupan yang jika ingin dikembangkan merupakan bagian dari pilar sistem muslim, yang tumbuh bersama pilar-pilar lainnya seperti akhlak, ilmu pengetahuan dan lain-lain. Dibalik kelemahannya, ideologi sebenarnya memiliki fungsi dan kekuatan tertentu. Ideologi bagai para pengikutnya berfungsi sebagai perekat solidaritas kolektif, merasionalisasikan dan melegitimasikan tindakan, memproyeksikan masa depan dengan strategi dan teori yang dianut, memobilisasi massa dan pencapaian cita-cita berdasarkan paham yang dianut.
Dalam konteks Muhammadiyah ideologi dapat dipahami sebagai sistem pemikiran dan teori perjuangan untuk mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan umat menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya melalui sistem gerakan yang bernama Persyarikatan. Dalam Muhammadiyah ideologi dapat ditempatkan sebagai salahsatu dimensi dari sistem gerakan, bukan merupakan sistem paham tersendiri, sehingga lebih merupakan dimensi ideologis dalam sistem gerakan Muhammadiyah. Bahkan konsep organisasipun dalam Muhammadiyah semata-mata instrumen administratif dan birokrasi, tetapi mengandung muatan-muatan nilai dan norma Islami, sehingga lebih bercorak Organisasi Gerakan Islam.
Dalam konteks gerakan Islam, Muhammadiyah hingga batas tertentu juga dapat dikatakan sebagai ideologi gerakan islam karena faktor-faktor sebagai berikut :
Alam pikiran Muhammadiyah telah meluas dan diadopsi oleh masyarakat umum khusunya kalangan kaum muslimin, sehingga menjadi harakah (gerakan) tersendiri yang membedakan dengan gerakan lain.
Muhammadiyah telahmemiliki doktrin-doktrin gerakan sebagaimana tercantum dalam seluruh pemikiran formalnya seperti Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, Kepribadian Muhammadiyah, Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah, Khitah Muhammadiyah, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah.
Muhammadiyah selain merupakan alam pikiran juga telah tumbuh dan berkembang menjadi organisasi yang mapan sehingga menjadi sebuah sistem gerakan yang terorganisasi untuk mencapai cita-cita sosial yang diidam-idamkan.
Muhammadiyah telah dianut oleh sejumlah besar umat sehingga memiliki kader dan massa yang kohesif sebagai komponen gerakannya.
Muhammadiyah memiliki cita-cita sosial untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, yakni masyarakat utama yang diridhoi Allah SWT.
B. Muhammadiyah Sebagai Ideologi Tajdid
Dimensi ideologis dari Muhammadiyah selain memiliki persentuhan pada sistem ideologi ISlam sebagai komponen dari upaya membangun mesyarakat Islam, yang paling menonjol sebenarnya pada dimensi ideologi tajdid. Jadi, apabila ingin dikatakan sebagai ideologi, Muhammadiyah secara substansial atau misi kerisalahannya sebenarnya lebih tepat dikatakan menganut ideologi tajdid dalam Islam. Hal penting yang harus dipelihara ialah tumbuhya semangat tajdid yang tidak boleh padam, sebagaimana watak dasar kelahiran Muhammadiyah.semangat tajdid itu tentu terkait pula dengan upaya peneguhan, karena unat memang memerlukan dua hal penting itu. Umat maupub Islam sebagai agama memang senantiasa memiliki dimensi gerak untuk perubahan dan kepastian untuk bertindak.
Karena itu bagi Muhammadiyah, maka panggilan da’wah Islam yang kaffah dan aktual tersebut harus dilembagakan dalam sistem gerakannya, sehingga mampu mewujudkan “Khairu Ummah” sebagaimana yang dicita-citakan. Dalam konteks pencapaian gerakan semacam itulah maka pentingnya dimensi ideologis dalam gerakan Muhammadiyah, yang diproyeksikan dalam konteks mengemban misi da’wah Islam yang kaffah dan transformasional ditengah kehidupan modern yang sarat tantangan. Ideologi atau keyakinan hidup Muhammadiyah yang dirumuskan oleh Seksi Tajdid tersebut mencakup tiga aspek fundamental yaitu “pandangan hidup, tujuan hidup dn ajaran serta cara yang dipergunakan untuk melaksanakan pandnagan hidup dalam mencapai tujuan hidup tersebut”.

KESIMPULAN

Persyarikatan Muhammadiyah merupakan amanat umat yang didirikan dan dirintis oleh KH Ahmad Dahlan untuk kepentingan menjunjung tinggi dan menegakkan Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, karena itu menjadi tanggung jawab seluruh warga dan lebih-lebih pimpinan Muhammadiyah diberbagi tingkatan dan bagian untuk benar-benar menjadikan organisasi/persyarikakan ini sebagai gerakan dakwah Islam yang kuat dan unggul dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai landasan didalam melakukan gerakan da’wah organisasi/persyarikatan adalah Al Qur’an dan As Sunah Nabi serta AD dan ART organisasi.
Muhammadiyah sebagai gerakan yang memiliki ajaran Islam yang komprehensif, sistem organisai yang kuat dan luas (jama’ah, jami’ah dan imamah) dan pengaruh yang cukup besar di masyarakat, merupakan kekuatan ideologis yang diperhitungkan. Muhammadiyah secara tidak langsung telah tumbuh menjadi ideologi gerakan islam yang mapan di Indonesia. Dalam sejumlah hal Muhammadiyah bersifat ideologis, yakni sebagai sistem paham untuk mengubah kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam yang diyakini dan difahami. Sejauh Muhammadiyah dengan sistem gerakannya itu tetap bersikap tajdid, berkualitas dan selalu berdakwah untuk melahirkan rahmatan lilalamin rahmat bagi semesta alam yang berdasarkan ajaran Islam yang bersumber pada Al Qur’an dan Sunah Nabi, maka keberadaannya akan tetap menjadi kekuatan ISlam yang bermakna bagi umat, masyarakat, bangsa dan duniakemanusiaan.
Hal yang paling penting dilakukan bahwa pemikiran ideologis atau aspek ideologi di tubuh Muhammadiyah tetap diposisikan secara wajar terutama sebagai bingkai pengukuh solidaritas kolektif dan kekuatan potensial untuk mengerakkan umat secara terorganisasi rapih dalam satu sistem perjuangan yang kokoh menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebar-benarnya sebagimana tujuan Muhammadiyah.

Minggu, 03 Mei 2009

Muhammadiyah


MUHAMMADIYAH

Matan Keyakinan & Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCH)

Keyakinan & Cita-cita Hidup Muhammadiyah
(MKCH)

Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur'an dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhai Allah SWT, untuk malaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.

Muhammdiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang diwahyukankepada Rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad SAW, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materil dan spritual, duniawi dan ukhrawi.

Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:
Al-Qur'an: Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW;
Sunnah Rasul: Penjelasan dan palaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur'an yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.

Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang:
a. 'Aqidah
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid'ah dan khufarat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
b. Akhlak
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Sunnah rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia
c. Ibadah
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW, tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
d. Muamalah Duniawiyah
Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu'amalat duniawiyah (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran Agama serta menjadi semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.

Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil dan makmur dan diridhoi Allah SWT:"BALDATUN THAYYIBATUN WA ROBBUN GHOFUR"

(Keputusan Tanwir Tahun 1969 di Ponorogo)
Catatan:
Rumusan Matan tersebut telah mendapat perubahan dan perbaikan oleh
Pimpinan Pusat Muhammadiyah:
1. Atas kuasa Tanwir tahun 1970 di Yogyakarta;
2. Disesuaikan dengan Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke 41 di Surakarta.

Sejarah Muhammadiyah di Sidoarjo


SEJARAH MUHAMMADIYAH
KABUPATEN SIDOARJO

Rentang panjang perjalanan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam di Indonesia cukup dapat menjadi catatan perjuangan perkembangan dakwah Islam di daerah-daerah. Perkembangan Muhammadiyah yang terjadi di Sidoarjo sampai hari ini memang masih membutuhkan waktu, dalam pelacakan sejarah keberadaannya di daerah-daerah kabupaten Sidoarjo, secara umum memang daerah memiliki catatan perjalanan yang berbeda-beda. Sehingga aturan struktural dan pelembagaan organisasi memiliki istilah yang berbeda dengan lazimnya nama struktural lembaga di organisasi Muhammadiyah. Pada awal Kemerdekaan Indonesia, Waktu itu ditingkat Kabupaten belum ada istilah Pimpinan Daerah, yang ada adalah Cabang untuk tingkat Kabupaten dan untuk dibawahnya adalah Perwakilan Cabang yang membawahi ranting-ranting. Sebagai cabang waktu itu Muhammadiyah kecamatan Sidoarjo yang membawahi Perwakilan Cabang Muhammadiyah di Kecamatan Porong dengan ranting kecamatan Tanggulangin, Kecamatan Tulangan dan Kecamatan Krembung, Perwakilan Cabang Muhammadiyah di Kecamatan Sepanjang (Taman) dengan ranting Kecamatan Waru dan Kecamatan Sukodono, dan Perwakilan Cabang Muhammadiyah di Krian yang sebalumnya merupakan ranting dari Perwakilan Cabang Sepanjang (Taman), membawahi ranting Kecamatan Balongbendo. Sementara ranting Kecamatan Candi dan ranting Kecamatan Buduran di bawah binaan Cabang Kecamatan Sidoarjo. Kemudian pada akhir tahun 1970an baru muncul istilah Pimpinan Daerah Muhammadiyah dengan ketua Bpk. Ali Machmud dengan sekretaris Bpk. Ali Fikri sebagai manajerialnya yang pertama. Yang kemudian dilanjutkan Bpk. Wahib Qodar, Bpk. Abdul Djalil, Bpk. M, Sokheh, dan sekarang dijabat oleh Bpk. Abubakar Ahmad sebagai ketua PDM Kabupaten Sidoarjo untuk Priode 2000-2005.
Dalam hal ini yang dianggap sebagai awal keberadaan Muhammadiyah di Sidoarjo berawal dari kecamatan Porong, hal ini dapat diketahui dengan munculnya amal usaha Muhammadiyah yang berupa lembaga pendidikan dasar yang waktu itu bernama HIS Muhammadiyah pada tahun 1930an, artinya sebelum tahun berdirinya amal usaha tersebut telah ada beberapa orang yang menjadi prakarsa pendirian lembaga pendidikan tersebut dan tentunya telah lebih dulu mengenal organisasi Muhammadiyah dan kondisi Hizbul Wathan (HW) sebagai organisasi Otonom Muhmmadiyah yang waktu Tahun 1930an itu telah marak dan aktif melakukan kegiatan yang diikuti oleh kecamatan lain di Sidoarjo, seperti HW dari Kecamatan Sepanjang (Taman). Munculnya nama Turhan Badry sebagai Tokoh Masyhur Muhammadiyah yang menjajah daerah-daerah di Sidoarjo dalam penyebaran misi gerakan Muhammadiyah, telah ada di Porong pada jauh sebelum pecahnya Perang Dunia II (1939).
Kemudian yang bisa dianggap sebagai awal keberadaan Muhammadiyah di Kabupaten Sidoarjo adalah Muhammadiyah Kecamatan Sepanjang (Taman), hal ini didasarkan pada pengakuan santri KH. Mas Mansur (mantan PP Muhammadiyah tahun ) Bpk. H. Takrip yang masa mudanya mengaji disana, bahwa Muhammadiyah sepanjang telah ada sejak beliau kecil dengan pimpinan Bpk. Marionani. Sebenarnya Muhammadiyah Kecamatan Sidoarjo juga bisa dianggap tua, sebab sebelum kemerdekaan sebenarnya sudah berdiri Muhammadiyah, namun dengan adanya revolusi di Indonesia, orang-orang membubarkan Muhammadiyah dan baru tahun 1949 lahir kembali HW yang diprakarsai oleh pemuda yang bernama Rosad yang kemudian HW ini merajut kembali orang-orang Muhammadiyah yang masih tersisa. Muhammadiyah di Kecamatan krian juga bisa dianggap sebagai Muhammadiyah tertua di kabupatenn Sidoarjo, sebab sebelum diakuinya keberadaan Muhammadiyah Kecamatan Krian yang dirintis oleh Bpk. Abdullah Hadi dari Jogjakarta pada tahun 1937 sebagai konsul PP Muhammadiyah ternyata ada juga yang mengatakan bahwa pada tahun 1924 ternyata PP Muhammdiyah telah mengirim Konsul pertamanya yang bernama Bpk. Daris Amin yang juga dari Jogjakarta untuk berdakwah mengembangkan Muhammadiyah di Krian, namun kelihatannya beliau tidak cukup berhasil melakukan misi tersebut dan terpakasa harus ditarik kembali.
Sampai saat ini memang masih belum dapat dipastikan dimanakah sebenarnya awalkali berdirinya Muhammadiyah di Kabupaten Sidoarjo, hal ini memang masih belum selesainya proses pelacakan sejarah Muhammadiyah Kabupaten Sidoarjo dengan Tim yang dipimpin oleh Dr. Syaiful Anam, M.Ag. yang dikarenakan menghadapi benturan dana operasional, namun ada baiknya kita simak beberapa hasil pelacakan sejarah yang sudah dilakukan pada kecamatan-kecamatan yang dianggap sebagai awal munculnya Muhammadiyah di Kabupaten Sidoarjo, antara lain:

1. Sejarah Muhammadiyah Kecamatan Porong

Perkembangan Muhammadiyah di Kecamatan Porong berawal dari munculnya tokoh kharismatik yang bernama Turhan Badry pada era sebelum pacahnya Perang Dunia II, beliau sangat dikenal sebagai motor penggerak pengembangan Muhammadiyah melalui ceramah-ceramah dan pengajian serta diskusi jamaah yang terus menerus, sosoknya yang tegas dan lugas dalam memberikan pemahaman ajaran Islam menjadikan orang untuk tertarik bergabung dan ingin mengetahui lebih jauh akan Muhammadiyah yang sebenarnya.
Namun untuk mengetahui tahun berapa awal dari keberadaan munculnya Muhammadiyah di Kecamatan Porong, memang masih belum bisa dipastikan. Sebab untuk melacak orang-orang pendiri HIS (High Indiche School) Muhammadiyah di Kecamatan Porong, yang saat ini tempatnya menjadi pusat perguruan Muhammadiyah telah ada sebelum kehadiran Kyai Turhan Badry (sebelumnya beliau masih aktif jadi penganut NU). Sekitar awal tahun 1930an juga di kecamatan Porong telah menjadi pusat aktifitas kepanduan Hizbul Wathan yang didatangi dari beberapa kecamatan lain di Sidoarjo untuk kegiatan bersama-sama.
Setelah berjalan melewati waktu yang cukup panjang, Muhammadiyah di Kecamatan Porong berhasil membangun amal usaha, diantaranya Pusat Bacaan Muhammadiyah yang berdiri pada tahun 1950an yang kemudian tutup dan sirna, dikarenakan tempat yang dipakai adalah rumah anggota Muhammadiyah bukan bangunan permanen. Saat ini amal usaha yang dimiliki Muhammadiyah di Kecamatan Porong telah berkembang , dari lembaga ABA (Aisyiyah Bustanul Athfal), SD, SMP, SMU, SMPLB, dan Gedung Dakwah ‘Aisyiyah. Proses perkembangan ini tidak lepas dari jasa tokoh-tokoh saat itu yang banyak berkorban dalam pengembangan Muhammadiyah. Tokoh-tokoh tersebut diantaranya Haji Jazuli, Wira’i, dll.
Hal lain yang menjadi kebanggaan dari proses perkembangan Muhammadiyah Porong adalah munculnya Cabang Tanggulangin, Cabang Tulangan, Cabang Krembung, dan tidak terlupakan munculnya kader NU yang beralih ke Muhammadiyah yang bernama Abdurrohim Nur (mantan PWM Jatim setelah Bpk. Anwar Zein) yang juga turut serta membawa kebesaran nama Muhammadiyah Porong.

2. Sejarah Muhammadiyah Kecamatan Sepanjang (Taman)

Muhammadiyah Cabang Sepanjangsaat ini merupakan salah satu Cabang Terpesat perkembangannya, saat ini setidaknya amal usaha yang dimiliki menjadi indikasi konkret terhadap perkembangan tersebut. Mulai dari ABA (Aisyiyah Bustanul Athfal), SD, SMP, SMU, SMK (SMEA dan STM), Akademi Bidan, dan Rumah Sakit yang cukup besar bangunan dan pasiennya serta tempat Ibadah baik Masjid maupun Mushollah-mushollah. Dengan letak geografis yang berbatasan dengan Surabaya menjadikan amal usaha tersebut memiliki nilai tawar yang cukup signifikan. Proses perkembangan amal usaha ini dimulai dari SD Muhammadiyah yang merupakan wakaf dari Haji Mohammad Isa Attamimi, termasuk Poliklinik yang saat ini menjadi Rumah Sakit “Siti Khotijah” awalnya adalah gudang Garam yang dibelinya yang berada di depan rumahnya. Dan kemudian dari sini amal usaha lainya muncul dibangun seiring dengan perkembangan ranting-ranting di Sepanjang.
Entah kapan sebenarnya mulai adanya Muhammadiyah di Kecamatan Sepanjang, namun dalam catatan ingatan para tokoh tua Muhammadiyah yang menjadi pelaku sejarah saaat ini, dapat diungkap bahwa sebelum munculnya tokoh-tokoh seperti Haji Ridwan, Haji Dahlan dan Haji Mohammad Isa Attamimi yang berperan mengembangkan Muhammadiyah, sebelum itu sudah ada bebrapa nama tokoh yang menjadi tokoh pimpinan penggerak Munculnya Muhammadiyah di Sepanjang, nama-nama tersebut antara lain yang pertama Bpk. Marionani, Bpk. Broto dan Haji Manan. Yang pada waktu itu telah berhasil mendirikan Lembaga Pendidikan Sekolah Dasar Muhammadiyah dengan memakai rumah sebagai tempat aktifitas belajar mengajar, yang kemudian pada akhirnya bubar. Hal lain yang menarik dari awal perkembangan adalah pelaksannan Sholat Ied di tanah lapang pada masa penjajahan Belanda.
Nama-nama lain yang juga sangat berjasa dalam perjalanan perkembangan Muhammadiyah di Sepanjang adalah Abdurrahman Karaman, Amin Salhab, Alwi Thalib, dan satu-satunya nama pelaku sejarah yang sampai hari ini masih menjadi aktifis dakwah Muhammadiyah adalah Bpk. H. Takrip, beliau adalah ketua HW pertama Sepanjang pada Tahun 1931 dan selanjutnya sebagi ketua Pemuda Muhammadiyah, yang dulunya aktif ngaji pada Kyai Jasim, KH. Mas Mansur dan Kyai Bahri di Surabaya. Jabatan terahir yang pegang oleh Pria kelahiran tahun 1916 ini adalah ketua majelis Tabligh Cabang Sepanjang pada era sebelum Revolusi (kemerdekaan).

3. Sejarah Muhammadiyah Kecamatan Sidoarjo

Organisasi Muhammadiyah sebenarnya sudah berdiri di Kabupaten Sidoarjo sebelum terjadinya revolusi. Pada saat itu dirintis oleh Bapak Abdul Jalil dengan beberapa anggota yang sebagian besar dari kalangan pegawai, seperti guru-guru. Karena tergilas arus revolusi, banyak pegawai yang dimutasi ke luar daerah serta para guru yang berfaham Muhammadiyah banyak yang terjaring wajib militer. Keadaan seperti itu menyebabkan di Sidoarjo akhirnya kehilangan orang-orang Muhammadiyah. Dengan demikian tidak tampak lagi adanya organisasi Muhammadiyah di Kabupaten Sidoarjo.
Setelah revolusi sekitar tahun 1951 muncullah generasi baru yaitu Bapak Rosat yang pada saat itu berusia 20 tahun berkeinginan mendirikan Muhammadiyah.
Adapun hal-hal yang melatar belakangi cita-cita didirikan Muhammadiyah di Kabupaten Sidoarjo antara lain :
1. Keprihatinan terhadap keadaan masyarakat Islam saat itu yang masih banyak di warnai budaya agama Hindu.
2. Berusaha memberantas Takhayul, Bid’ah dan Khurafat.
3. Melalui organisasi diharapkan dapat memberikan amal usaha yang lebih baik.
Melihat keadaan tersebut muncullah keinginan untuk mengadakan pembaharuan melalui wadah organisasi. Akhirnya Bapak Rosat berusaha menghubungi beberapa orang yang dianggap dapat diajak bekerja sama untuk mewujudkan cita-citanya tersebut antara lain, H. Ismail Fauzi, H. Yahya Mustahal (alm), Mustofa Anwar (alm), Anwar Yasin, Suut Tahlan dan Anwar Rauli. Bersama orang-orang tersebut diatas Bapak Rosat menyampaikan gagasannya. Sebagian diantara mereka tidak menghendaki dengan alasan dikhawatirkan terjadi gejolak di masyarakat terutama masyarakat yang fanatik terhadap tradisinya.
Namun demikian Bapak Rosat tetap bersikeras melaksanakan keinginannya, tetapi bukan menggerakkan Muhammadiyah melainkan mendirikan Hizbul Wathan ( Kepanduan ) yang tetap bercirikan Muhammadiyah. Melalui gerakan ini diupayakan dapat mencetak kader yang memahami gerakan Muhammadiyah.
Dalam waktu yang relarif singkat Hizbul Wathan mengalami kesuksesan luar biasa. Maraknya kegiatan dalam Hizbul Wathan mendorong kembali niat Bapak Rosat untuk segera mendirikan Muhammadiyah. Segera beliau menemui orang-orang yang dianggap sefaham diantaranya Bapak Aman ( Gedangan ) Ketua PPP Masyumi, Bapak Masyhur ( Sidoarjo ), Bapak Mahhi ( Sidoarjo ) dan beberapa orang yang simpatik dengan Hizbul Wathan.
Pertemuan tersebut kemudian ditindak lanjuti dengan mengadakan rapat pertama di rumah Bapak Rosat di Jetis Gg. II Sidoarjo. Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan untuk mendirikan Muhammadiyah dengan susunan kepengurusan :
Penasehat : Aman
Ketua : Rosat
Sekretaris : Zuani Mustahal
Bendahara : Mahhi
Imam Mufdi
Anggota : 1. Abu Bakar Syukur
2. H. Juaini
3. H. Yatiman
Dengan demikian Muhammadiyah mulai bergerak mencari anggota dengan cara silaturrahmi dari satu rumah ke rumah yang lain. Usaha tersebut ternyata kurang menghasilkan karena banyak masyarakat yang enggan menjadi anggota resmi tetapi hanya menyatakan sebagai simpatisan, hanya orang – orang yang ada dalam kepengurusan itulah yang berusaha merintis amalan diantaranya melaksakan shalat Idul Fitri di lapangan. Sholat Idul Fitri di lapangan tersebut pertama kali dilaksanakan di jalan Kartini Sidoarjo yang diikuti oleh kurang lebih 200 jama’ah. Selain itu juga sempat didirikan Sekolah Dasar di Jetis Sidoarjo yang hanya satu periode pelulusan, dan selanjutnya bubar karena belum ada dukungan dari masyarakat.
Setelah tahun 1955 terjadi perubahan kepengurusan.kepengurusan selanjutnya berusaha mencari simpati untuk mengembangkan amal usaha Muhammadiyah sehingga Muhammadiyah sekarang jauh lebih berkembang.

4. Sejarah Muhammadiyah Kecamatan Krian

Sejarah awal berdirinya Muhammadiyah Krian dipengaruhi oleh pandatang dari Jogjakarta, keberadaan orang-orang tersebut dengan gigihnya berusaha menyebarkan misi gerakan Muhammadiyah. Sebagaimana datangnya tokoh yang bernama Abdullah Hadi dari Jogjakarta pada tahun 1937, telah memiliki andil besar dalam proses perkembangan Muhamadiyah di Krian. Bersama dengan Jamari yang merupakan tokoh muda awal dari Krian, tokoh tua pegawai kecamatan Bpk Soewandi, lalu Ki Dharmo Sardono dan Asnawi sebagai tokoh HW pertama serta Bpk. Toha Amin. Dimana para Tokoh-tokoh ini dalam penyiran Muhammadiyah masih dengan sembuyi-sembunyi, karena masih sedikit. Pada awalnya Muhamadiyah Krian sebenarnya pernah eksis pada era sebelum kemerdekaan, dengan memiliki SMP Muhammadiyah. Bpk Abdullah Hadi adalah salah satu guru yang cukup dikenal keras (streng), salah satu orang besar yang pernah menjadi anak didik dari SMP Muhammadiyah yang ahirnya bubar ini adalah Soenandar Soeryo Soedarmo (mantan Gubernur Jatim).
Dalam proses pengembangan Muhammadiyah, prinsip yang dibangun adalah bukan berdirinya Muhammadiyah secara kelembagaan namun yang terpenting adalah misi ajaran Muhammadiyah dapat diterima oleh kalangan islam waktu itu, sehingga pada setiap lembaga Islam yang ada di Krian diharapkan bisa masuk orang Muhammadiyah atau orang Muhammadiyah harus dimana-mana agar bisa melakukan dakwah tentang misi tersebut. Termasuk ikut menjadi guru di SMP dan SMA Al-Islam yang bukan milik Muhammadiyah, tapi milik semua umat Islam di Krian yang merupakan bagian dari Balai Muslimin. Baru setelah berhasil, Bpk, Sri Sumiarto salah satu tokoh dari Solo yang datang di Krian pada tahun 1959, dengan Bpk. Dimyati Masud mendirikan SMEA PEMUDA, yang awalnya jadi satu gedung dengan Al-Islam. Pada tahun 1971.
Tokoh lain yang tersisa adalah H. Iskandar dan Bpk. Aslam (lahir 14 agustus 1928) dari Jogjakarta yang masuk krian 1 januari 1975, dan tahun 1985 sebagai ketua PCM,

5. Sejarah Pimpinan Cabang Muhamadiyah Buduran

Muhammadiyah sudah dikenal masyarakat Buduran lebih kurang 29 (Dua Puluh Sembilan) tahun yang lalu, yang bertepatan dengan tahun 1975. Yang membawa dan memperkenalkan Muhammadiyah di Buduran adalah H. Acoem Ismail, dengan kegigihan dan tidak ada rasa surut maka lambat laun Muhammadiyah-pun semakin dikenal oleh warga Buduran. Kalau dilihat lamanya ibarat orang sudah menginjak dewasa yang secara pasti akan melakukan gerakan-gerakan yang dapat memberikan suatu kontribusi kepercayaan diri baik di bidang keagamaan, bidang social, bidang pendidikan dan bidang-bidang yang lainnya. Muhammadiyah masuk di buduran tepatnya di desa Dukuh Tengah dan Damarsi.
Sudah lamanya Muhammadiyah ini dikenal oleh warga buduran akan tetapi baru awal tahun 2003 Pimpinan Cabang Muhammadiyah Buduran diresmikan dan dilantik, karena memang pada waktu itu kondisi masyarakat di buduran masih belum bisa menerima kehadiran Muhammadiyah karena dianggap oleh mereka asing dan bertentangan dengan Agama Islam. Dengan mendapat tentangan dari masyarakat di Buduran itu tidak membuat warga Muhamamdiyah surut dalam melakukan kegiatan-kegiatan, akan tetapi lebih aktif dengan mengadakan Pengajian secara sembunyi-sembunyi yaitu dari rumah kerumah guna memperdalam pengetahuan tentang agama Islam sehingga semakin lama warga Muhamamdiyah semakin bertambah yang beriringan dengan perubahan waktu. Respon pemerintah dengan kehadiran Muhammadiyah pada saat itu kurang mendapat perhatian dan simpati akan tetapi lama kelamaan ada rasa simpati karena pada waktu itu tampak hasilnya dari kegiatan sosial yang dilakukan yaitu dengan melakukan penyembelihan hewan Qurban pada Idul Adha dan kegiatan sosial yang lainnya, akan tetapi lain dengan tanggapan masyarakat, mereka acuh tak acuh, tidak peduli dan kurang tertarik dengan kegiatan yang dilakukan Muhammadiyah karena dianggap tidak benar.
Untuk perkembangan Muhammadiyah waktu ke waktu dari segi keanggotaan semakin bertambah, karena pada waktu Muhammadiyah Masuk di Buduran H. Acoem Ismail itu hanya bersama dengan 4 orang pengurus, kemudian berkembang kepada istri dan anak-anaknya dari tetangga-ketetangga akhirnya lebih kurang tahun 1998 berdirilah ranting Muhammadiyah yang pengurusnya ada 2 desa yaitu Dukuh tengah dan Damarsi yang masih belum resmi untuk dilantik.
Di bidang kelembagaan hanya bidang Da’wah saja yang berjalan terutama pengajian-pengajian rutin karena di bidang pendidikan masih belum ada. Untuk Amal Usaha yang ada di Buduran adalah Amal Usaha di bidang da’wah dan keagamaan yaitu terdiri dari :
- Satu Masjid di Sawohan
- Mushollah di Wadung Asih
- Mushollah di ranting Dukuh Tengah dan Damarsi
- Masjid di Wadung Asih sebagai pengurus adalah warga Muhammadiyah, akan tetapi sekarang ada polemik karena mayoritas warga Wadung Asih adalah NU dan tidak ingin Masjid itu dibawah pengurus Muhammadiyah dan di Me-Muhammadiyah-kan sehingga ada keinginan untuk merebutnya.
Berkembangnya amal usaha Muhammadiyah itu karena ada kerja sama yang baik antara pengurus dan anggota, selain daripada itu dana dari para donatur tetap digunakan untuk membiayai sekolah bagi anak yatim putra warga Muhammadiyah.
Untuk kepengurusan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Buduran periode 2000-2005 adalah :
Ketua : Sa’rozi Khumaidi
Anggota : Sodikun S.Sos.
Ir. H. Prabowo
Romadhon
H. Fathul Jamil
H. Edy Sutrisno SH
H. Mawardi
H. Harikwid Yunar
Munir
Yunis
Fathurrochman.

6. Sejarah Pimpinan Cabang Muhamadiyah Sukodono

Awal berdirinya Muhammadiyah di Kecamatan Sukodono di latar belakangi dengan adanya kevakuman atau kemandekan di mana pola berfikir mereka tidak adanya suatu perubahan di bidang keagamaan untuk kemurnian agama Islam sesuai dengan Al Qur’an dan Al Hadits, dalam artian mereka selalu berfikir seperti yang diwariskan oleh nenek moyang mereka yaitu mengakui dengan adanya kekuatan selain Allah, bisa dikata Kemusyrikan. Tidak terlepas dari kemusyrikan, bid’ah, khurafat juga menjadi anutan mereka dan menjadikan suatu ritual keagamaan yang patut untuk dilestarikan dan dikembangkan.
Mengingat tujuan awal dari berdirinya Muhammadiyah tidak lain adalah menghilangkan penyakit TBC (Tahayul, Bid’ah dan Khurafat), maka berangkat dari situ akhirnya ada salah seorang kader Muhammadiyah dan juga sebagai motor penggerak Muhammadiyah beliau yang pertama kali mengenalkan Muhammadiyah di Kecamaatn Sukodono, yaitu Bapak H. Ngadi Siswoyo pada tahun 1971.
H. Ngadi Siswoyo dalam mengenalkan Muhammadiyah tidak secara langsung serentak di seluruh desa / dusun se- kecamatan Sukodono, melainkan pertama kali beliau mengenalkan Muhammadiyah adalah di Desa Panjunan. Beliau di dalam mengembangkan Muhammadiyah, pertama kali yang di lakukan adalah pengajian dari rumah-ke rumah tanpa ada rasa lelah, sehingga beriringan dengan berputarnya waktu dari hari-kehari, bulan-kebulan bahkan sampai tahun-ketahun yang mengikuti jejak beliau (Muhammadiyah) terjadi suatu peningkatan, tapi perlu diingat peningkatan ini tidak dilakukan dengan mulus sebaliknya terjadi gejolak sosial di masyarakat, sampai-sampai warga yang mengikuti jejak beliau (Muhammadiyah) pada waktu itu merasa ketakutan dan terancam baik harta maupun jiwanya. Gejolak sosial yang sampai parah itu tidak melunturkan semangat untuk berhenti sampai disitu, sebaliknya akan lebih pro aktif untuk tetap mengajak warga yaitu dengan melalui istri dan anaknya serta tetangga sekitarnya. Memang pada saat itu ada kelompok pemuda yang sangat menentang keberadaan Muhammadiyah, sampai berani melakukan tindakan yang anarkhis, mungkin ada hidayah atau petunjuk dari Allah sehingga ada salah satu kelompok pemuda yang juga di takuti oleh seluruh kelompok pemuda yang ada di Sukodono telah ikut dan larut dalam pengajian yang dilakukan oleh warga Muhammadiyah. Beranjak dari situ akhirnya Muhammadiyah sudah sedikit berani untuk melakukan Da’wah secara terang-terangan.
Dan menjadikan suatu catatan tersendiri bagi warga Sukodono terhadap gerak langkah yang dilakukan Muhammadiyah dalam melakukan Da’wah baik di bidang keagamaan, sosial dan kemasyarakatan yang tidak lain adalah melakukan Khitanan Masal dan menyekolahkan orang miskin, sebab itu yang pertama kali dilakukan di Sukodono. Beriringan dengan perubahan waktu pula akhirnya Muhammadiyah mendapat simpati dari Pemerintah Desa dan mendukung gerak langkah yang di lakukan oleh Muhammadiyah.
Untuk perkembangan Muhammadiyah baik dari segi keanggotaan maupun kepengurusan terjadi suatu perubahan secara signifikan, karena sampai sekarang periode 2000-2005 ada 18 (delapan belas) ranting, tetapi untuk sementara 8 (delapan) ranting yang secara resmi berdiri dan dilantik diantaranya :
1. PRM Panjunan
2. PRM Masangan Kulon
3. PRM Sukodono
4. PRM Klopo Sepuluh
5. PRM Sambung Rejo
6. PRM Ngares Rejo
7. PRM Jogo Satru
8. PRM Jumput Rejo
Melihat perkembangan itu maka secara otomatis perkembangan Amal Usaha yang ada di Sukodono juga mengikuti, maka gerak Muhammadiyah sebagai lembaga Da’wah juga meningkat. Adapun perkembangan Amal Usaha di bidang da’wah dan Sosial yang ada di sukodono antara lain :
a. Masjid Al Kautsar di Sambung Rejo
b. Panti Asuhan di Sambung Rejo
c. Masjid AT Toyibah di Saimbang dan
d. Ada sekitar 5 (lima) Mushollah Muhammadiyah yang tersebar dan beberapa ranting diantaranya Ranting Jumput Rejo, Panjunan, Ngares rejo, Balong dan Masangan Kulon.
Sedang untuk amal usaha di bidang pendidikan masih belum ada. Untuk kepengurusan Persyarikatan Muhammadiyah periode 2000-2005, antara lain :
Ketua : Hanafi
Wakil Ketua : Syukur
Sekretaris : Sueb
Bendahara : Yahya
Wk. Bendahara : H. Sya’roni
Majelis Tabligh : Mashudi
Mas’ud
Majelis Waqaf : Bambang
Ngadi
Koordinasi Ranting : Khodiran
MPKSI : Pujianto

Lembaga DIKDASMEN PDM Sidoarjo
Pada lingkup SD – SLTP – SMU
PCM Sidoarjo
SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo, Jl. Raden Patah 91 F Sidoarjo
SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo, Jl Jetis 28 Sidoarjo
SLTP Muhammadiyah 1 Sidoarjo, Jl. KH Samanhudi 81 Sidoarjo
SMU Muhammadiyah 2 Sidoarjo, Jl. Mojopahit 666 B Sidoarjo

PCM Sepanjang
SD Muhammadiyah 1 Taman, Jl. Raya Bebekan Taman, Sidoarjo
SD Muhammadiyah 2 Taman, Jl. Raya Bebekan Taman, Sidoarjo
MI Muhammadiyah , Ds. Sambiroto Taman, Sidoarjo.
SLTP Muhammadiyah 2 Sepanjang, Jl. Blk. Pasar Lama 195 Sepanjang, Sidoarjo
MTs Muhammadiyah 1 Sepanjang, Gg. Masjid Sambiroto Sepanjang, Sidoarjo
SMU Muhammadiyah 1, Jl Raya Ketegan Sepanjang, Sidoarjo
SMK Muhammadiyah 1, Jl. Blk. Pasar Lama 195 Sepanjang, Sidoarjo
SMK Muhammadiyah 2, Jl. Raya Sawunggaling 121 Jemundo, Sidoarjo.

PCM Tanggulangin
SD Muhammadiyah 9 Ngaban, Ds. Ngaban Tanggulangin, Sidoarjo.
MI Muhammadiyah Kedung Banteng Tanggulangin, Sidoarjo.
MI Muhammadiyah Penatarsewu, Ds. Penatarsewu Tanggulangin, Sidoarjo.
SLTP Muhammadiyah 8, Jl. Raya Ngaban Tanggulangin, Sidoarjo.

PCM Porong
SD Muhammadiyah Porong, Jl. KH. Marzuki Porong, Sidoarjo.
SLTP Muhammadiyah 4 Porong, Jl. KH. Marzuki Porong, Sidoarjo.
SMU Muhammadiyah 4 Porong, Jl. KH. Marzuki Porong, Sidoarjo.

PCM Tulangan
SD Muhammadiyah Tulangan, Jl. Raya Kenongo Tulangan, Sidoarjo.
SLTP Muhammadiyah 5 Tulangan, Jl. Raya Kenongo Tulangan, Sidoarjo.
SMU Muhammadiyah 3 Tulangan, Jl. Raya Kenongo Tulangan, Sidoarjo.

PCM Balong Bendo
SD Muhammadiyah Balong Bendo, Ds. Bakung Temenggungan, Sidoarjo.

PCM Krian
SD Muhammadiyah Krian, Jl. Ki Hajar Dewantara Krian, Sidoarjo.
SLTP Muhammadiyah 4 Krian, Jl. Raya Kemasan Krian, Sidoarjo.
SMK Pemuda Krian, Jl. Raya Kemasan Krian, Sidoarjo.

PCM Waru
SD. Muhammadiyah 1 Waru, Jl. Kolonel Sugiono 105 Waru, Sidoarjo.
SD Muhammadiyah 2 Waru, Jl. S. Parman III/5 Waru, Sidoarjo.
SLTP Muhammadiyah 3 Waru, Jl. Kolonel Sugiono 105 Waru, Sidoarjo.

Tokoh-tokoh Muhammadiyah

1. KH. AHMAD DAHLAN

PENDIRI PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH
Ahmad Dahlan yang waktu mudanya bernama Muhammad Darwis, lahir pada tanggal 1 Agustus 1868 di Kampung Kauman Yogyakarta. Ayahnya seorang alim bernama Kyai Haji Abubakar bin Kyai Haji Sulaiman, pejabat Khatib di masjid besar Kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah putri Haji Ibrahim bin Kyai Haji Hassan, pejabat penghulu kesultanan.
Ahmad Dahlan tidak mengenyam pendidikan formal, sebab orang-orang Islam melarang anaknya masuk sekolah Gubernemen Belanda. Ia didik Ayahnya sendiri selanjutnya mengaji Bahasa Arab, Tafsir, Hadits dan Fiqih kepada Ulama-ulama di Yogyakarta.
Dua kali di Makkah belajar pada Syekh Ahmad Chatib, belajar Ilmu Tahuhid, Fiqih, Tasawuf, Falah dan yang menarik hatinya adalah Tafsir Al-Manar karya Muh. Abduh. Keprihatinan Ahmad Dahlan melihat pengalaman Islam di Indonesia sehingga ia bertekad untuk bekerja keras mengembalikan Islam sebagaimana landasan aslinya yaitu Al Qur’an dan Al Hadits. Hal in nampak seperti apa yang dikatakannya :
Saya mesti bekerja keras, untuk meletakkan batu pertama daripada amal yang besar ini. Kalau sekiranya saya lambatkan atau saya hentikan lantaran sakitku ini maka tidak ada orang yang sanggup meletakkan dasar itu. Saya sudah merasa bahwa umur saya tidak akan lama lagi. Maka jika saya sedikit itu, mudahlah yang dibelakang nanti untuk meyempurnakannya.
Untuk mewujudkan cita-citanya KH. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah pada tanggal 18 Nopember 1912.
Kerja keras KH. Ahmad Dahlan mendapat pengakuan Pemerintah RI sebagaimana tertera dalam Surat Keputusan Presiden No. 657 Tahun 1961 menetapkan KHA. Dahlan sebagai Pahlawan Nasional, Dasar dan Penetapan ini adalah :
1. KH. Ahmad Dahlan telah memelopori kebangunan Umat Islam Indonesia untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.
2. Dengan Organisasi Muhammadiyah yang didirikannya telah memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan dan beramal bagi masyarakat dan umat dengan dasar iman dan islam.
3. Dengan Organisasinya Muhammadiyah telah memelopori amal-amal sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangunan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.
4. Dengan Organisasinya Muhammadiyah bagian wanita telah memelopori kebangunan wanita bangsa Indonesia untuk mengecap pendidikan dan sosial.
KH Ahmad Dahlan Wafat pada tanggal 23 Pebruari 1923 M dan Sebelum wafat Beliau berpesan kepada kita :
“ AKU TITIPKAN MUHAMMADIYAH KEPADAMU”.


2. K.H. IBRAHIM

PERIODE : 1923 – 1934
KH. Ibrahim dilahirkan di kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 7 Mei 1874, Ia adalah putra dari KH. Fadlil Rachmaningrat, seorang penghulu Hakim Negeri Kesultanan Yogyakarta pada Zaman Sultan Hamengkubuwono ke VII, dan ia merupakan adik kandung Nyai Ahmad Dahlan.
Ngaji Al Qur’an sejak usia 5 tahun. Pada usia 17 tahun ke Makkah menunaikan ibadah haji dan selanjutnya menuntut ilmu selama kurang lebih 8 tahun. Sepulang dari Mekkah dikenal sebagai ulama besar yang cerdas.
Bulan Maret 1923 kala Rapat Tahunan (Kongres), KH. Ibrahim dipilih dipilih sebagai pengganti Bapak KH. Ahmad Dahlan dan selanjutnya kali berturut-turut Rapat Tahunan (Kongres) memilih beliau.
Selama kepemimpinan beliau Muhammadiyah berkembang pesat ke seluruh Indonesia terutama di bidang Pendidikan dan pada awal tahun 1934 di usia ke 46 tahun beliau wafat.


3. K.H. HISYAM

PERIODE 1934-1936
KH. Hisyam lahir di kampung Kauman Yogyakarta tanggal 10 Nopember 1883 dan wafat pada tanggal 20 Mei 1945. Ia memipin Muhammadiyah selama tiga periode yaitu hasil Kongres Muhammadiyah ke 23 di Yogyakarta, Kongres ke 24 di Banjarmasin dan Kongres ke 25 di Batavia (Jakarta) pada tahun 1936.
Yang paling menonjol pada diri nHisyam adalah ketertiban administrasi dan manajemen organisasi pada zamannya. Pada periode kepemimpinannya, titik perhatian Muahammadiyah lebih banyak diarahkan pada masalah pendidikan dan pengajaran, baik pendidikan agama maupun pendidikan umum.
Pada periode Hisyam Muhammadiyah sudah memiliki 103 Volkschool, 47 Standaardschool, 69 Hollands Inlandse School (HIS), dan 25 Schakelschool, sekolah-sekolah Muhammadiyah saat itu merupakan salah satu pendidikan yang didirikan pribumi yang dapat menyamai kemajuan pendidikan sekolah-sekolah Belanda, sekolah-sekolah Katolik dan sekolah-sekolah Protestan.

4. K.H. MAS MANSUR

PERIODE 1937-1942
Mas Mansur lahir pada hari Kamis tanggal 25 Juni 1896 di Surabaya, Ibunya bernama Raudhah seorang wanita kaya yang berasal dari keluarga Pesantren Sidoresmo Wonokromo Surabaya. Ayahnya bernama KH Mas Ahmad Marzuqi, seorang pioneer Islam, ahli Agama yang terkenal di Jawa Timur yang berasal dari keturunan Bangsawan Astatinggi Sumenep Madura dan dikenal sebagai Imam tetap dan Khotib Masjid Agung Ampel Surabaya.
Sejak kecil KH. Mas Mansur belajar di Pesantren Sidoresmo. Tahun 1906 pada usia 10 tahun dikirim ayahnya ke Pesantren Demangan Bangkalan Madura, dua tahun kemudian dia dikirim ke Makkah untuk menunaikan ibadah Haji dan belajar agama selama lebih kurang 4 (empat) tahun. Kemudian dia meneruskan pendidikan di Mesir dan sebelum kembali di Indonesia pada tahun 1915 dia singgah ke Makkah selama 1 tahun.
Tahun 1921 Mas Mansur masuk Organisasi Muhammadiyah. Tahap demi tahap dilalui dengan mantap. Setelah menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah Surabaya, kemudian menjadi Konsul Muhammadiyah Wilayah JATIM. Kehadiran Mas Mansur membawa angin segar di tubuh Muhammadiyah yang pada saat itu kaum muda Muhammadiyah menghendaki perubahan di kepengurusan Muhammadiyah yang didominasi kaum tua. Kongres Muhammadiyah ke 26 di Yogyakarta tahun 1937 telah menetapkan KH. Mas Mansur sebagai ketua PB. Muhammadiyah.
Kecintaan pada tanah air tercermin di lembaga-lembaga yang didirikan antara lain : Nadhlatul Al Wathan, Khitab Al Wathan, Ahl Al Wathan, Faru’ Al Wathan dan Hidayah Al Wathan. Tokoh Nasional yang terkenal yaitu empat serangkai mereka adalah : Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara dan KH. Mas Mansur.
Di tengah pecahnya perang kemerdekaan yang berkecamuk itulah, Mas Mansur meninggal di tahanan pada tanggal 25 April 1946. jenazahnya dimakamkan di Gipo Surabaya. Atas jasa-jasanya, oleh Pemerintah Republik Indonesia ia diangkat sebagai Pahlawan Naional bersama teman seperjuangannya, yaitu KH. Fakhruddin.


5. KI BAGUS HADIKUSUMO

PERIODE 1942-1953
Dilahirkan di kampung Kauman Yogyakarta dengan nama R. Hidayat pada 11 Rabi’ul Akhir 1038 Hijriyah. Sekolahnya tidak lebih dari sekolah rakyat (sekarang SD) ditambah mengaji dan besar di Pesantren. Tetapi berkat kerajinan dan ketekunan mempelajari kitab-kitab terkenal akhirnya menjadi orang alim, muballigh dan pemimpin Muhammadiyah yang besar andilnya dalam penyusunan Muqaddimah UUD 1945. Yaitu pokok-pokok pikirannya dengan memberikan landasan Ketuhanan, Kemanusiaan, Keberadaban dan Keadilan. Ki Bagus juga sangat produktif untuk menuliskan buah pikirannya. Buku karyanya antara lain Islam sebagai Dasar Negara dan Akhlak Pemimpin, Risalah Katresnan Djati (1935), Poestaka Hadi (1936), Poestaka Islam (1940), Poestaka Ichsan (1941) Poestaka Imam (1954), dll. Dari buku-buku karyanya tersebut tercermin komitmennya terhadap etika dan bahkan juga syarat Islam.
Ki Bagus Hadiusumo berani menentang perintah pimpinan tentara Dai Nippon yang terkenal ganas dan kejam untuk memerintahkan ummat Islam dan Warga Muhammadiyah melakukan upacara kebaktian tiap pagi sebagai penghormatan kepada Dewa Matahari.
Ia menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah selama 11 tahun (1942-1953) dan wafat pada usia 64 tahun. Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekaan Nasional Indonesia.


6. BUYA A.R. SUTAN MANSYUR

PERIODE 1953-1959
Ranah Minang pernah melahirkan salah seorang tokoh besar Muhammadiyah, yaitu Ahmad Rasyid Sutan Mansur. Ia lahir di Maninjau, Sumatera Barat pada Ahad malam senin 26 Jumadil Akhir 1313 Hijriyah yang bertepatan dengan 15 Desember 1895.
Ahmad Rasyid masuk sekolah di Inlandshe School (IS) pada tahun 1902-1909, sedangkan pendidikan agama semasa kecil langsung ditangani kedua orang tuanya, selanjutnya dia menimba ilmu agama kepada Ulama besar seperti : Dr. Abu Hanifah, Dr. Abdul Karim Amrullah, Haji Rasul (1910-1917), ia belajar tauhid Bahasa Arab, Ilmu Kalam, Mantiq, Tarikh, Tasawuf, Al Qur’an, Tafsir dan Hadits.
Keinginannya belajar ke Kairo batal karena dilarang Pemerintah Koonial Belanda, lalu ia ke Pekalongan untuk berdagang dan jadi guru agama dan Muballigh. Di Kota Pekalongan inilah berinteraksi dengan Bapak KH. Ahmad Dalan dan dengan suka cita masuk anggota Muhammadiyah yang selanjutnya tahun 1923 ia menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah Pekalongan. Tahun 1931 Sutan Mansur dikukuhkan sebagai konsul Muhammadiyah (pimpinan wilayah) Sumatera Barat.
Tahun 1938 saat Bung Karno diasingkan di Bengkulu, Sutan Mansur diangkat sebagai Penasehat Agama Bung karno, Wakil Presiden M. Hatta mengangkatnya menjadi Imam Tentara dengan pangkat Mayor Jenderal Tituler. Permintaan Pemerintah agar supaya Sutan Mansur sebagai Penasehat TNI AD berkantor di MBAD Jakarta dan permintaan Presiden Sukarno untuk ke Jakarta sebagai Penasehat Presiden ditolak karena ia harus keliling Sumatera untuk Tabligh.
Dua periode Sutan Mansur menjabat Ketua PB. Muhammadiyah (1953-1956) dan (1956-1959). Buya H.A. Achmad Rasyid Sutan Mansur wafat senin tanggal 25 Maret 1985/3 Rajab 1405 di Jakarta pada usia 90 tahun, Buya Hamka menyebutnya sebagai Ideolog Muhammadiyah dan M. Yunus Anis dalam salah satu Kongres Muhammadiyah menyatakan bahwa di Muhammadiyah ada 2 bintang : Bintang Timur adalah KH. Mas Mansur, Surabaya dan Bintang Barat adalah AR. SUtan Mansur.


7. HM. YUNUS ANIS

PERIODE 1959 -1962
KH. Yunus Anis lahir di Kauman Yogyakarta tanggal 3 Mei 1903 yang masih ada hubungan kerabatan dengan Sultan Mataram. Sejak kecil dididik agama oleh kedua orang tua dan datuknya sendiri.
Pendidikan formalnya Sekolah Rakyat di Yogyakarta dilanjutkan ke sekolah Al-Atas dan sekolah Al-Irsyad di Batavia (Jakarta) yang dibimbing oleh Syekh Ahmad Syurkati kawan seperjuangan KH. Ahmad Dahlan.
Tahun 1924 – 1926 menjabat Pengurus Cabang Muhammadiyah Batavia. Tahun 1934 – 1936 dan 1953 – 1958 menjabat Sekretaris Umum PP. Muhammadiyah. Karena kemampuannya dalam bidang agama, TNI mengangkatnya sebagai Imam Tentara (Kepada Pusroh ADRI).
Muktamar Muhammadiyah ke 34 di Yogyakarta memilih KH. Yunus Anis sebagai Ketua PP. Muhammadiyah.


8. AHMAD BADAWI

PERIODE 1962 – 1968
Ahmad Badawi lahir di Kauman Yogyakarta pada tanggal 5 Pebruari 1902, Ayahnya KH. Fakih adalah keturunan dari Panembahan Senopati, sedangkan ibunya Nyai Siti Habibah adalah adik kandung KH. Ahmad Dahlan.
Pendidikan formalnya hanya di Madrasah Muhammadiyah Yogyakarta, sedangkan pendidikan agama selain dari orang tuanya sendiri banyak diperoleh di pondok-pondok yang antara lain :
· 1908 – 1913 di Lerab Karang Anyar, Imu Nahwu Sharaf.
· 1913 – 1915 di Termas Pacitan, pada KH. Dimyati.
· 1915 – 1920 di Busuk Wangkul Pasuruan.
· 1920 – 1921 di Pandean Semarang.
Di bidang Tabligh A. Badawi sangat berprestasi sehingga pada tahun 1933 dipercaya menjadi ketua Majlis Tabligh PP. Muhammadiyah. A. Badawi terpilih menjadi ketua PP. Muhammadiyah pada Muktamar ke 35 di Jakarta untuk periode 1962 – 1965 dan terpilih kembali pada Muktamar ke 36 untuk periode 1965 – 1968.
Di era kepemimpinan Badawi Muhammadiyah dan Partai Masyumi menjadi target PKI untuk dihancurkan, tapi kepiawaian Badawi melobi dan pendekatan kepada Sorkarno sehingga sejak 1963 Badawi diangkat menjadi Penasehat pribadi Presiden di bidang Agama.
Bahkan keberadaan Muhammadiyah sangat dibutuhkan Soekarno sebagai Balance of Power Policy dari PNI, PKI dan NU yang dirasanya lebih dekat.
Sisi lain dari kemampuannya sebagai pemimpin. Badawi juga produktif menulis barbagi buku /kitab, Badawi meninggal pada hari Jum’ah 25 April 1969 di RS PKU Muhammadiyah yang masih berstatus anggota DPA.
9. KH. FAQIH USMAN
PERIODE 1968 – 1969
KH. Faqih Usman, lahir di Gresik Jatim pada tanggal 2 Maret 1904. semasa kecil ayahnya selalu mengajari Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Umum. Menginjak remaja ia belajar di Pondok Gresik (1914-1918), selanjutnya ke Pondok–pondok di luar Kota Gresik (1918-1924). Faqih Usman dikenal memiliki Entreupreneurship yang kuat, usaha bisnisnya cukup berhasil; penyediaan alat-alat bangunan, galangan kapal, tenun dll. Faqih Usman menjabat sebagai ketua Majlis Tarjih Muhammadiyah Jawa Timur periode 1932-1936. Pada saat KH. Mas Mansur di pilih menjadi ketua PP. Muhammadiyah pada tahun 1936, KH. Faqih Usman menggantikannya menjadi Konsul Muhammadiyah Jawa Timur. Faqih Usman juga banyak terlibat gerakan-gerakan Islam ataupun kemasyarakatan yang antara lain :
· Tahun 1937 Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI).
· Tahun 1940-1942 Anggota Dewan Kota Surabaya.
· Tahun 1945 Anggota Komite Nasional Pusat dan Ketua Komite Nasional Surabaya.
· Tahun 1959 menerbitkan majalah Panji Masyarakat bersama HAMKA dll.
Ikut aktif dalam mendirikan partai MASYUMI pada tanggal 7 Nopember 1945 di Yogyakarta dan Tahun 1952 menjabat ketua II partai MASYUMI hingga MASYUMI bubar tahun 1968.
Karena kemampuan KH Faqih Usman jualah, pemerintah mempercayakannya untuk memimpin Departemen Agama tahun 1950. Tahun 1951 diangkat menjadi Kepala Jawatan Agama Pusat tanggal 3 April 1952 dipercaya kembali sebagai Menteri Agama pada masa Kabinet Wilopo.
Kepribadian Muhammadiyah adalah hasil rumusan KH. Faqih Usman pada periode kepengurusan KH Ahmad Badawi yang diterima dan disyahkan dalam Muktamar ke 35 tahun 1962 di Jakarta. KH. Faqih Usman terpilih sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah pada Muktamar Muhammadiyah ke 37 tahun 1968 di Yogyakarta. Namun hanya beberapa hari saja jabatan itu diembannya sebab pada tanggal 3 Oktober 1968 ia berpulang ke Rahmatullah, selanjutnya pimpinan dipegang KH. AR Fachrudin.


10. KH. ABDUR ROZZAQ FACHRUDDIN

PERIODE 1968 – 1990
KH. Abdur Rozzaq Fachruddin yang terkenal dengan panggilan pak AR adalah pemegang rekor paling lama memimpin Muhammadiyah yaitu selama 22 tahun (1968-1990). Ia lahir tanggal 14 Pebruari 1916 di Cilangkap, Purwaringan, Pakualaman Yogyakarta.
Pendidikan formalnya : Standaard School (SD) Yogyakarta, Madrasah Muallimin Muhammadiyah Kulon Progo, menimba ilmu kepada para kyai diantaranya KH. Fachruddin ayahnya sendiri, KH. Abdullah Rosad dan KH Abu Amar. Selanjutnya Madrasah Darul Ulum Muhammadiyah Sewugalur dan sekolah Madrasah Tabligh School Muhammadiyah. Selepas sekolah langsung mengemban tugas dakwah/guru dari Hoofdbestuur Muhammadiyah ke berbagai daerah di Sumatera.
Mendirikan sekolah Wustha Muallimin Muhammadiyah setingkat SMP di Ogan Komiring. Sekolah yang sama didirikan di Musi Hilir (1941). Se sungai Gerong Palembang, selanjutnya ia kembali ke Yogyakarta.
Pak AR adalah ulama besar yang berwajah sejuk dn bersahaja, banyak karya tulisnya yangtelah dibukukan antara lain : Naskah Kesyukuran, Naskah Entheng, Serat Kaweruh, Islam Kawedar, upaya mewujudkan Muhammadiyah sebagai gerakan amal, pemikiran dan da’wah Islam, Syahadatain Kawedar, tanya jawab Entheng-enthengan dan Tuntunan Sholat Basa Jawi, kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits, Khutbah Nikah dan terjemahannya, Pilihlah Pimpinan Muhammadiyah yang tepat, Sarono Entheng-enthengan Pancasila, Ruh Muhammadiyah dengan harapan supaya ada alih generasi yang sehat. Pak AR wafat 17 Maret 1995 di rumah Sakit Islam Jakarta pada usia 79 tahun.


11. KH. AHMAD AZHAR BASYIR

PERIODE : 1990 – 1995
PP. Muhammadiyah periode KHA. Azhar Basyir, MA (1990-1995) didominasi para intelektual produk Muhammadiyah, KHA. Azhar Basyir MA, yang lahir di Yogyakarta tanggal 21 Nopember 1928 ini pendidikan formalnya tidak kurang dari 34 tahun. Tahun 1944 tamat sekolah Madrasah al-Falah Yogyakarta. Setelah di Pondok Termas Pacitan, ia meneruskan ke Madrasah Mubalighin III Muhammadiyah Yogyakarta tahun 1946, di Madrasah Menengah Tinggi Yogya tamat tahun 1952. tahun 1956 meraih gelar sarjana pada perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN). Tugas Azhar Basyir pindah ke Universitas Darul Ulum Mesir hingga mencapai gelar master tahun 1968.
Sepulang dari Timur Tengah tugas persyarikatan telah menghadang. Azhar Basyir dipercaya duduk di Majlis Tarjih PP Mujammadiyah hingga tahun 1985, selanjutnya ia menjabat Wakil Ketua PP Muhammadiyah tahun 1990. muktamar ke 42 di Yogykarta telah memilih KHA. Azhar Basyir, MA. untuk memimpin Muhammadiyah.
Azhar Basyir merupakan sosok perpaduan ulama dan intelektual, oleh karenanya karya ilmiah yang pernah ditulisnyapun banyak dijadikan rujukan dalam kajian ilmiah diberbagai Universitas di Indonesia. Dunia Islam mengakuinya sebagai Ahli Fiqih (OKI) yang memiliki persyaratan ketat.
Jabatan Ketua PP. Muhammadiyah dipikulnya tidak sampai pada akhir masa kepengurusannya, karena pada tanggal 28 Juli 1994 ia berpulang ke Rahmatullah.


12. PROF DR. H.M. AMIEN RAIS, M.A.

PERIODE : 1995 – 2000
Tokoh Reformasi Indonesia ini dilahirkan di Surakarta, 26 April 1944. Setelah pendidikan SD Muhammadiyah 1 Surakarta, SMP dan SMA. Pendidikan tingkat sarjana diselesaikan oleh Amien Rais di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIPOL Universitas Gadjah Mada pada tahun 1968, sementara ia juga menerima gelar Sarjana Muda dari Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 1969. Pada saat Mahasiswa inilah ia banyak terlibat aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) ( Ketua III Dewan Pimpinan Pusat IMM) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) (Ketua Lembaga Da’wah Mahasiswa Islam HMI Yogyakarta). Studinya dilanjutkan pada tingkat Master dibidang Ilmu Politik di University of Notre Dame, Amerika Serikat dan selesai pada tahun 1974. Dari Uninersitas yang sama ia juga memperolah Certifikate on East European Studies. Sementara itu, gelar doktoralnya diperoleh dari Universitas Chicago, Amerika Serikat pada tahun 1981 dengan disertasinya yang cukup terkenal, yaitu Gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Ia juga pernah mengikuti Post Doctoral Program di George Washington Uniersity pada tahun 1986 dan di UCLA pada tahun 1988.
Tugas-tugas intelektualisme pun ia lakukan, baik transformasi keilmuan (mengajar di berbagai universitas) dan juga melakukan kritik atas fenomena sosial yang sedang berlangsung. Kritiknya yang sangat vokal sangat mewarnai opini publik di Indonesia. Sepulangnya dari pendidikan di Amerika, ia terkenal sebagai pakar politik Timur Tengah dan melontarkan Isu Suksesi Keprisidenan, sebuah isu yang janggal pada saat itu karena kepemimpinan orde baru yang sangat kuat. Bahkan Amien Rais yang menggulirkan gagasan tentang Reformasi Politik yang selanjutnya sejarah mencatat bahwa Amien Rais adalah orang terdepan dalam meruntuhkan kebobrokan politik Orde Baru. Setelah tumbangnya Rezim Orde Baru Amien Rais meletakkan jabatan Ketua PP. Muhammadiyah dan mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN) yang pada pemilu 1999 menduduki peringkat ke 5 dalam perolehan suara yang dapat menghantarkannya menjadi ketua MPR. Lagi-lagi Amien Rais menggulirkan gagasan Poros Tengah yang mencoba membangun jalan tengah dari dua titik ekstrim dalam kubu politik di Indonesia pasca Pemilu 1999 yang ternyata cukup efektif dalam upaya merajut kembali hubungan Muhammadiyah-NU dengan mencalonkan KH Abdurrohman Wahid sebagai Presiden RI ke 4 dan ternyata berhasil.
Hanya saja sayang KH. Abdurrohman Wahid tidak sampai satu periode telah dilengserkan oleh MPR, dimana Amien Rais sebagai ketua MPR nya.


13. PROF. DR. H.A. SYAFI’I MA’ARIF

PERIODE : 2000 – 2005
Ahmad Syafi’i Ma’arif dilahirkan di Sumpurkudus Sumatera Barat, 31 Mei 1935. Pendidkan formalnya SR Ibtidaiyah tahun 1947, Madrasah Muallimin Lintau Sumatera Barat dan dilanjutkan ke Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta tamat tahun 1956. Satu tahun di Fakultas Hukum berhenti karena tidak ada biaya. Ia melanjutkan kuliah setelah ia mendapat pekerjaan. Gelar Sarjana Muda Jurusan Sejarah diperolehnya di Universitas Cokroaminoto tahun 1964 dan gelar sarjananya di perolehnya di IKIP Yogyakarta tahun 1968.
Gelar Master diperoleh dari Departemen Sejarah Ohio State University, Amerika Serikat dan tahun 1993 gelar Doktor diperoleh dari Universitas Chicago AS. Disamping kesibukannya sebagai anggota DPA dan staf pengajar di IKIP Yogyakarta, keterlibatannya sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah merupakan sebuah keharusan sejarah. Ketika reformasi di Indonesia sedang bergulir, Amien Rais yang saat itu menjabat sebagai ketua PP Muhammadiyah harus banyak melibatkan diri dalam aktivitas politik di negeri ini untuk menjadi salah satu lokomotif pergerakan dalam menarik gerbong reformasi di Indonesia. Muhammadiyah harus diselamatkan agar tidak terbawa oleh kepentingan-kepentingan jangka pendek. Pada saat itulah ketika Muhammadiyah harus merelakan Amien Rais untuk menjadi pemimpin bangsa, maka Syafi’i Ma’arif menggantikannya sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, setelah ia terpilih dan dikukuhkan sebagai Ketua PP Muhammadiyah melalui sidang Pleno diperluas Muhammadiyah. Ia harus melanjutkan tongkat kepemimpinan Muhammadiyah sampai Muktamar Muhammadiyah ke 44 tahun 2000 di Jakarta.
Dan kita ketahui bersama Muktamar ke 44 tersebut telah memilih kembali Syafi’i Ma’arif sebagai Ketua PP Muhammadiyah hingga kini. Prof. DR. KHA. Syafi’i Ma’arif adalah figur ilmuwan dan agamawan yang rendah hati, sebagaimana kalimat yang disampaikan dalam Pidato Pengukuhan Guru Besarnya di IKIP Yogyakarta.
Sudah 25 tahun terakhir, perhatian terhadap sejarah, filsafat dan agama melebihi perhatian saya terhadap cabang ilmu yang lain. Namun saya sadar sepenuhnya bahwa semakin saya memasuki ketiga wilayah itu semakin tidak ada tepinya. Tidak jarang saya merasa sebagai orang asing di kawasan itu, kawasan yang seakan-akan tanpa batas. Terasalah kekecilan diri ini berhadapan dengan luas dan dalamnya lautan jelajah yang hendak dilayari.


13. PROF DR, H. DIEN SYAMSUDIN

PERIODE 2005 – 2010
Seluruh warga Muhammadiyah seantero Nusantara telah menyelengarakan Muktamar Muhammadiyah ke 45 yang dilaksanakan di Malang Jawa Timur, bertepatan pada hari Ahad s/d Jum’at tanggal 03 s/d 08 Juli 2005. Dimana dari hasil perhelatan pemilihan pimpinan persyarikatan Muhammadiyah telah memberikan amanah kepada Prof Dr. H. Dien Syamsudin untuk menjadi Nakhoda dalam memimpin persyarikatan Muhammadiyah pada periode 2005 – 2010. Mudah-mudahan Beliau dalam kepemimpinannya dapat mengemban Amanah Warga Muhammadiyah sesuai dengan Matan Keyakinan dan Cita-Cita Muhammadiyah sehingga dapat membawa Masyarakat Utama, Adil dan Makmur yang Diridhoi oleh Allah SWT.
Amin Ya Robbul Alamin
Selamat mengemban amanah persyarikatan muhammadiyah
Dan Isnya Allah Muktamar Muhammadiyah ke 46 (satu abad) akan dilaksanakan di Yogyakarta.